(Artikel)
A. Kesimpulan dan Refleksi
1. Kesimpulan.
Ada beberapa pengertian tentang coaching, diantaranya adalah sebagai berikut: Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Sementara itu Whitmore (2003) menuliskan bahwa Coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya. Sedangkan International Coach Federation mendefinisikan coaching sebagai“…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”
Mencermati beberapa pengertian di atas bisa dijelaskan bahwa
sesungguhnya Coaching merupakan metode yang efektif untuk diterapkan dalam dunia
Pendidikan, dan tentunya semuanya berpusat pada siswa. Keterampilan coaching harus
dimiliki oleh setiap pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi)
agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota
masyarakat. Hal itu sebagaimana yang telah dipelajari pada modul 1.1.
Jika kita kembali menelaah filosofi Ki Hajar Dewantara
dijelaskan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun’ tumbuh atau hidupnya kekuatan
kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Sedangkan tujuan coaching
adalah menuntun coachee untuk menemukan ide baru atau cara untuk mengatasi
tantangan yang dihadapi atau mencapai tujuan yang dikehendaki dan membangun
kemitraan yang setara dan coachee sendiri yang mengambil keputusan. Coach hanya
menghantarkan melalui mendengarkan aktif dan melontarkan pertanyaan, coachee
lah yang membuat keputusan sendiri. Dengan demikian antara proses coaching
sejalan dengan filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara.
Selain
itu, sistem Among, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri
Handayani, yang diajarakan oleh Ki Hajar Dewantara sesungguhnya merupakan sebuah
keterampilan berkomunikasi antara guru dan murid dengan menggunakan pendekatan Coaching.
Yang lebih penting lagi untuk diketahui
bahwasanya Coaching adalah sarana untuk menggali potensi diri Coachee (murid) sekaligus
mengembangkannya dengan macam-macam strategi yang disepakati bersama antara
coach (guru) dan coachee (murid). Proses coaching yang maksimal dijalankan
secara berkesinambungan, karena sesungguhnya Coaching
adalah cara membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya.
a.
Elemen-elemen penting dari coaching
Ada
beberapa dimensi penting yang harus diketahui dalam proses Coaching yaitu
1) Coaching adalah sarana pemberdayaan potensi yang
dimiliki oleh Coachee dari kondisi yang di alami saat ini kekondisi baru yang
lebih baik .
2) Coaching merupakan sebuah bentuk kemitraan antara Coach
dengan Coachee dijalankan melalu proses kreatif ditandai dengan eksplorasi,
menanam ide ditujukan untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki oleh
Coachee.
3) Proses coaching adalah mendengarkan secara aktif
mengajukan pertanyaan berbobot untuk memancing ide dan gagasan Coachee untuk
mengatasi masalah yang dihadapinya.
4) Coaching merupakan proses membantu seseorang untuk belajar
bukan mengajarinya.
b. Paradigma Coaching
Paradigma yang
harus dikembangkan dalam proses Coaching adalah
sebagai berikut:
1) Fokus pada coachee atau rekan sejawat yang akan kita kembangkan potensinya.
Fokus menjadi sangat penting karena untuk dapat mengetahui topik apa pun yang
dibawa oleh Coachee dengan tujuan untuk membawa kemajuan sesuai keinginan Coachee.
2) Bersifat terbuka dan ingin tahu
terhadap pemikiran-pemikiran rekan sejawat yang kita kembangkan (Coachee).
3) Memiliki kesadaran diri yang kuat. Hal ini
sangat penting dimiliki oleh Coach agar dapat membantu menangkap adanya
perubahan yang terjadi selama pembicaraan dengan Coachee.
4) Melihat peluang baru dan masa depan. Coaching mendorong seseorang untuk fokus pada masa
depan, karena apapun situasinya saat ini, yang masih bisa diubah adalah masa
depan. Coaching juga mendorong seseorang untuk fokus pada solusi,
bukan pada masalah, karena pada saat kita berfokus pada solusi, kita menjadi
lebih bersemangat dibandingkan jika kita berfokus pada masalah.
c. Prinsip Coaching
Diantara prinsip Coaching yang harus
senantiasa dipegang adalah sebagai berikut:
1)
Kemitraan, antara coach dengan coachee-nya hubungannya
setara, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah. Coach adalah
rekan berpikir bagi coachee-nya dalam membantu
coachee belajar dari dirinya sendiri.
2)
Proses kreatif, ini dilakukan melalui percakapan, yang dua arah, memicu proses
berpikir coachee dan memetakan dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan
ide-ide baru.
3)
Memaksimalkan potensi. Memaksimalkan potensi dan memberdayakan Coachee
merupakan salah satu prinsip yang harus dipegang dalam proses Coaching.
d.
Kompetensi Coaching
Kompetensi yang harus dimiliki
oleh seorang Coach adalah sebagai berikut:
1) Kehadiran Penuh / Presence yaitu kemampuan untuk bisa
hadir utuh bagi coachee, atau di dalam coaching disebut sebagai coaching presence sehingga
badan, pikiran, hati selaras saat sedang melakukan percakapan coaching.
2) Mendengarkan dengan aktif yaitu kemampuan mendengarkan
seksama informasi yang disampaikan coachee dan memberikan apresiasi dengan respon
yang positif. Mendengarkan aktif dapat dilakukan dengan menggunakan
metode RASA yang diperkenalkan oleh Julian Treasure. RASA merupakan
akronim dari Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask jika dirunut
menjadi:
§ R
(Receive/Terima), yang berarti menerima/mendengarkan semAskua informasi
yang disampaikan coachee. Perhatikan kata kunci yang diucapkan.
§ A
(Appreciate/Apresiasi), yaitu memberikan apresiasi dengan
merespon atau memberikan tanda bahwa kita mendengarkan coachee.
§ S
(Summarize/Merangkum), yaitu saat coachee selesai bercerita maka
Coach merangkum untuk memastikan pemahaman yang sama.
§ A
(Ask/Tanya) mengajukan pertanyaan berbobot kepada Coachee dari hasil rangkuman
yang telah dibuat.
3) Memberikan pertanyaan yang berbobot dan bersifat terbuka
yaitu kemampuan untuk memberikan pertanyaan yang mampu membuka pemikiran dari
coachee atau mampu memunculkan ide-ide, gagasan maupun pendapat yang terkait
dengan solusi dari permasalahan yang dialami coachee.
Dalam proses coaching ini ada
satu model yang biasa digunakan oleh seorang coach yaitu model
TIRTA yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
§ Tujuan
utama melakukan Coaching (Tahap ini adalah dimana kedua pihak coach dan coachee
menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini
datang dari coachee.
§ Identifikasi
masalah (Coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan
oleh Coachee, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi Coaching.
§ Rencana
Aksi (Pengembangan ide, gagasan, pendapat atau alternatif solusi untuk rencana
yang akan dibuat oleh Coachee)
§ Tanggungjawab
(Membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya)
2. Refleksi
Pada Modul 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik sesungguhnya
sudah selaras dengan salah satu
Peran Guru Penggerak (Modul 1.2), yaitu menjadi coach bagi guru lain. Setelah
mempelajari materi tentang Coaching Saya akan mencoba semaksimal mungkin untuk mengimplementasikan
di sekolah. Peran menjadi coach bagi rekan sejawat sejatinya merupakan sebuah kewajiban
bag setiap guru, terutama untuk meningkatkan kualitas pembelajaran bagi murid
di sekolah, karena sesungguhnya menjadi seorang guru harus memiliki tugas bukan
hanya menuntun muridnya untuk menumbuh-kembangkan potensi murid melainkan juga harus
mampu menemani dan menuntun rekan sejawatnya dalam mengembangkan kualitas
kompetensinya.
Melalui
keterampilan coaching inilah guru dapat menunjukkan perannya bukan hanya
penuntun bagi murid tetapi juga bisa
memberdayakan dan membantu rekan sejawat dalam mengatasi masalah yang sedang mereka
hadapi. Konteksnya di sini adalah sebagai coach yang menuntun coachee untuk menyelesaikan
masalah dengan ide dan gagasan mereka sendiri.
Sejujurnya setelah belajar materi coaching ini, saya mencoba
melakukan praktek coaching dimana saya sebagai coach berusaha menggali
pengalaman dalam mengatasi masalah yang dihadapi rekan sejawat. Meskipun belum
mampu membuat pertanyaan yang berbobot yang bisa membuat coachee mengeluarkan ide
dan gagasanya sendiri untuk mengatasi masalahnya akan tetapi saya belajar untuk
menahan diri agar tidak memberikan solusi kepada Coache. Melalui proses ini
pula keterampilan sosial emosional yang saya pelajari di modul 2.2 bisa
dipraktikkan secara langsung. Karena pada proses coaching tersebut coach harus mampu
mengelola sosial emosionalnya dengan baik. Keterampilan kesadaran diri,
pengelolaan (manajemen) diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi serta
keterampilan pengambilan keputusan yang bertanggungjawab harus benar-benar
diterapkan dalam situasi yang baik dan benar.
B. Peran saya sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi
sebelumnya di paket modul 2.
Sesungguhnya melalui proses
coaching seorang guru dapat membantu murid untuk menuntun segala kekuatan
kodratnya yang ada pada dirinya. Melalui proses coaching sebagai seorang guru
saya dapat membantu murid untuk mampu hidup sebagai individu dan bagian
masyarakat yang mampu menggali dan memaksimalkan segala potensi yang
dimilikinya untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Melalui proses coaching Saya
sebagai seorang guru harus dapat menuntun murid untuk memperoleh kemerdekaan
belajar di sekolah.
Sebagaimana
sistem Among yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara menjadikan guru dalam
perannya bukan sebagai satu-satunya sumber belajar melainkan sebagai mitra murid
untuk mengembangkan potensi kodrat dan irodat yang mereka miliki. Salah satunya
adalah mengintegrasikan pembelajaran
berdifrensiasi dan pembelajaran sosial dan emosional kedalam pembelajaran,
dimana pembelajaran harus disesuaikan dengan minat, profil dan kesiapan
belajar, sehingga pembelajaran dapat mengakomodir kebutuhan individu murid yang
berbeda-beda. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa beliau mengibaratkan
guru sebagai seorang petani, dan murid adalah tanaman dan setiap individu murid
adalah tanaman yang berbeda, sehingga membutuhkan perlakuan yang berbeda pula.
Keterampilan coaching ini sesungguhnya sangat dibutuhkan
dalam kegiatan belajar mengajar di kelas maupun di luar kelas sekalipun. Tujuannya
tak lain untuk menggali potensi dan kemampuan murid dalam menangani masalah-masalah
mereka sendiri baik masalah dalam hal belajar maupun masalah pribadi siswa. Bukan
hanya relasi dengan murid, hubungan sosial-emosional dengan atasan maupun rekan
sejawat juga sangat memerlukan keterampilan coaching. Melalui coaching tersebut
seorang guru dapat membantu rekan sejawat dalam menyelesaikan masalah mereka
dalam pembelajaran maupun masalah pribadi yang sedang dihadapi dengan
mengoptimalkan pengetahuan, pengalaman, ide gagasan dari coachee itu sendiri.
C. Keterkaitan
keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin
pembelajaran.
Salah satu peran yang
diharapkan dapat dilakukan oleh seorang calon Guru Penggerak adalah sebagai
pemimpin pembelajara. Pemimpin pembelajaran merupakan seorang guru yang senantiasa
siap untuk mengimplementasikan pembelajaran Merdeka yang berpusat pada murid.
Semua itu akan bisa terwujud manakala guru mampu menjadi seorang among yaitu
dapat mengimplementasikan konsep Among, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing
Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, yang telah diajarkan oleh Ki Hajar
Dewantara.
Selain
itu seorang
guru harus memiliki keterampilan dalam coaching untuk daapt memberdayakan dan
menuntun murid. Memberdayakan dan menuntun segala potensi dan kodrat yang ada
dalam diri murid untuk mencapai tujuan murid merupakan tanggungjawab utama seorang
guru. Oleh sebab itulah seorang guru mutlak membutuhkan keterampilan coaching agar
mampu menjalankan tugas meng-Among atau menuntun murid menuju kodrat terbaiknya
dalam meraih kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai pribadi maupun
sekaligus sebagai anggota masyarakat.
Selain sebagai Among bagi muridnya,
peran utama seorang calon guru penggerak adalah sebagai coach bagi guru lain
(teman sejawat). Peran tersebut mengharuskan seorang CGP harus mampu menjadi
mitra bagi guru lainnya dalam menyelesaikan masalah karena hal itu merupakan
salah satu prinsip coaching yang harus senantiasa dipegang oleh CGP dimana
antara coach dan coachee berada dalam posisi yang sama dan sejajar. Masalah yang
dihadapi oleh coachee tentu salah satunya adalah masalah pembelajaran di kelas,
oleh sebab itulah calon guru penggerak harus mempunyai kemampuan untuk
melakukan supervisi akademik ketika di perlukan. Dalam melakukan supervise akademik
tentunya keterampilan coaching harus benar-benar dikuasai oleh CGP, dan tak
ketinggalan pulan CGP harus memahami dan menguasai keterampilan sosial
emosional agar Ketika melakukan coaching
bisa berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang telah disepakati Bersama antara
coach dan coachee.
Terimakasih,
BalasHapus